Menebak Karakter & Sifat si Kecil


Ingin tahu lebih banyak tentang si kecil yang masih bayi, coba perhatikan bagaimana mereka bereaksi terhadap lingkungannya.

Perhatikan bayi-bayi yang masih kecil. Tampaknya sama saja antara yang satu dengan yang lainnya. Padahal jika kita mau peka, si kecil yang masih bayi pun sudah dapat menunjukkan sifat mereka. Apakah kemudian hal ini dapat memprediksikan kepribadian mereka saat dewasa kelak?
Jawaban dari para ahli; ‘bisa ya’, ‘bisa tidak’. Namun seorang psikolog dari Universitas Chicago, Benjamin Lahey, PhD menemukan hubungan antara bayi yang kerap rewel dengan masalah yang akan menghadang mereka akibat sifatnya tersebut saat telah dewasa. Namun menurut Lahey, semua tergantung dengan bagaimana interaksi orangtua terhadap anak mereka selama masa pertumbuhan. Orangtua yang memiliki interaksi positif dengan anak akan menghilangkan sifat rewel dan ‘sulit’ si kecil.
Sifat seperti apa yang dapat kita tandai dari si kecil yang masih bayi? Di bawah ini ada beberapa contoh, antara lain:

Si aktif

Si aktif memang terlihat seperti memakai baterai berdaya gerak alkaline di tubuhnya, luar biasa aktif. Bayi-bayi tipe ini tidak bisa diam barang sebentar, pasti ada saja ulahnya. Bayi yang aktif suka bereksplorasi terhadap lingkungan di sekelilingnya. Siap-siap untuk menyediakan berbagai kegiatan untuk menyalurkan energinya yang berlebih. Saking aktifnya mereka, Anda perlu memperhatikan keselamatan lingkungan tempat bermainnya untuk menghindarkan mereka dari bahaya.
Jangan lupa untuk menyiapkan kegiatan pengantar tidur yang lebih tenang untuk mengerem aktivitas mereka sebelum tidur. Misalnya dengan membacakan buku bergambar dan mendengarkan lagu-lagu romantik sambil memijatnya dengan teknik pijat bayi agar tubuhnya rileks dan tenang.

Si santai

Kebalikan dengan si aktif, ada si santai yang tampaknya menyesuaikan aktivitasnya dengan lingkungannya saat itu. Sangat tenang dan damai, serta mudah beradaptasi dengan lingkungannya dengan cepat. Kemampuannya untuk dapat beradaptasi secara cepat dapat membuat Anda terlena dan melupakan pembiasaan jadwal yang tetap bagi mereka. Padahal anak butuh jadwal yang tetap untuk merasa aman karena merasa dapat memprediksi kegiatan dengan lebih mudah.
Jangan lupa untuk memberikan kegiatan bagi bayi yang tampak tenang ini dengan berbagai permainan yang juga meningkatkan interaksi si kecil dengan Anda. Walaupun mereka terlihat nyaman dengan dirinya, bukan berarti mereka tidak membutuhkan kegiatan yang dapat mengasah potensi yang mereka miliki seperti bayi-bayi lain.

Si perasa

Bayi-bayi perasa sangat sensitif terhadap stimulasi lingkungan. Mendengar suara keras atau cahaya yang terlalu terang sudah mampu membuatnya gelisah. Umumnya hal-hal yang membuatnya gelisah adalah cahaya, suara, bau-bauan atau terlalu banyak kegiatan, serta berbagai hal disekelilingnya yang tidak membuatnya nyaman.
Coba untuk menghindarkan si kecil pada situasi yang membuatnya tidak nyaman, dan hargai keterbatasannya dalam menghadapi rangsang. Namun Anda dapat mulai membiasakannya terhadap rangsang dengan memberikan sedikit demi sedikit rangsang tersebut. Misalnya membawa ke keramaian dengan pelukan hangat yang menenangkan. Jika si kecil mulai gelisah atau rewel, cobalah untuk menenangkan dengan menggendong dan mulai menggoyang-goyangkan si kecil.

Si rewel

Beberapa bayi tampak sulit sekali untuk digembirakan. Sedikit-sedikit menangis. Jika waktu tidurnya telat, ia menangis. Jika ada orang yang baru dilihat, ia menangis dan banyak lagi. Bayi yang mudah rewel seperti ini membutuhkan ketenangan. Mereka juga membutuhkan jadwal harian yang konsisten setiap hari.
Walaupun mereka kerap tidak merasa nyaman dengan pengalaman baru, jangan hindarkan si kecil untuk mengalami berbagai pengalaman baru yang dapat mengasah kemampuan sosial dan kognitifnya. Bayi-bayi tipe ini hanya butuh rasa aman dan nyaman sebelum bertemu dengan pengalaman baru. Namun jangan memaksakan situasi jika ia terlihat tertekan atau mulai rewel.[esthi]

Sumber
http://www.alifmagz.com/menebak-sifat-si-kecil/

Honor Untuk Imam Tarawih ???

Ketika bulan Ramadan tiba, di samping mendatangkan peng-kultum, sebagian masjid juga mendatangkan orang-orang tertentu yang memiliki suara yang merdu untuk menjadi imam shalat tarawih. Apa hukum uang amplop untuk imam tarawih semisal ini? Simak jawabannya dalam tanya jawab berikut ini.

Pertanyaan, “Apa hukum amplop bagi imam shalat tarawih?”

Jawaban Syekh Abu Said Al-Jazairi, “Sepatutnya, kebiasaan memberikan uang di akhir Ramadan untuk imam shalat tarawih itu dijauhi karena hal itu menyebabkan para imam tersebut memiliki tendensi duniawi dalam ibadah yang mereka lakukan, dan boleh jadi, hal ini menyebabkan adanya ganjalan hati antara takmir masjid dengan para imam tersebut tatkala uang yang diberikan kepada imam tidak sesuai dengan harapan.

قال الله تعالى (فَمَن كَانَ يَرْجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدَاً ) [الكهف:110] ،

Allah berfirman (yang artinya), 'Siapa saja yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, hendaknya dia mengerjakan amal saleh dan tidak menduakan dengan siapa pun ketika beribadah kepada Tuhannya.' (Q.S. Al-Kahfi:110)

وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "اقرؤوا القرآن [وابتغوا به الله تعالى] قبل أن يأتي قوم يقرؤون القرآن فيسألون به الناس "

Rasulullah bersabda, 'Bacalah Alquran dan niatkanlah hanya untuk Allah, sebelum datang sekelompok orang yang membaca Alquran lalu dia jadikan Alquran sebagai alat untuk meminta-minta harta.' (H.R. Ahmad, dan lain-lain; sahih, sebagaimana dalam Shahih Al-Jami Ash-Shaghir, no. 1169)

Imam Muhammad bin Nasr Al-Maruzi (wafat tahun 294 H) mengatakan bahwa Yahya bin Yahya berkata kepada Abu Waki’, 'Bukankah Abu Ishaq bercerita kepada kalian bahwa Abdullah bin Ma’qil menjadi imam shalat tarawih di bulan Ramadan. Saat Idul Fitri tiba, Ubaidullah bin Ziyad mengirimkan uang sebanyak lima ratus dirham dan satu setel baju baru kepada Abdullah bin Ma’qil, namun Abdullah bin Ma’qil menolak pemberian tersebut sambil mengatakan, 'Sesungguhnya, kami tidaklah mengambil upah karena membaca Alquran'?'

Abu Waki’ berkata, 'Benar, demikianlah yang diceritakan oleh Abu Ishaq.'

Abu Ishaq mengatakan bahwa Mush’ab memerintahkan Abdullah bin Ma’qil bin Muqarrin untuk menjadi imam shalat tarawih di Masjid Jami' ketika bulan Ramadhan. Setelah Idul Fitri tiba, Mush’ab mengirimkan uang sebanyak lima ratus dirham dan satu setel baju, namun Abdullah menolaknya. Abdullah mengatakan, 'Aku tidak mau mengambil upah karena membaca Alquran.' (Dikutip dari Mukhtashar Qiyam Al-Lail, hlm. 246, karya Imam Ahmad bin Ali Al-Maqrizi [wafat tahun 845])

Syekh Abdusy Syakur Al-Atsari mengatakan, 'Fenomena uang amplop karena menjadi imam shalat di bulan Ramadan telah tersebar di zaman kita saat ini. Sampai-sampai, para penghafal Alquran bepergian dari satu daerah ke daerah yang lain dan mereka mencari-cari takmir masjid yang mau menetapkan besaran upah bagi mereka sebelum mereka bertugas sebagai imam shalat tarawih, sehingga mereka menjadi imam dengan penuh semangat dan penuh keyakinan akan mendapatkan upah yang mereka harapkan. Bahkan, sebagian imam shalat tarawih menjadi imam shalat tarawih di suatu masjid, lalu segera menyelesaikan shalat bersama jemaah masjid tersebut, untuk bisa berpindah ke masjid lain dan menjadi imam shalat tarawih di masjid kedua. Kedua shalat tarawih tersebut dilaksanakan di awal malam. Dengan demikian, si imam mendapatkan upah dari kedua masjid tersebut. Inna lillahi wa inna ilahi raji’un. Semoga Allah memaafkan kita.'

Meski demikian, shalat bermakmum dengan orang semacam itu adalah shalat yang sah. Jika ada celaan maka celaan hanya tertuju kepada si imam.

Asyhab mengutip perkataan Imam Malik yang mengatakan, 'Tidaklah mengapa mengerjakan shalat dengan bermakmum kepada imam yang mau menjadi imam shalat karena mendapatkan upah. Jika ada dosanya maka itu adalah tanggungan si imam.' (Dikutip dari An-Nawadir waz Ziyadat, 1:386, karya Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani [wafat tahun 386 H], tahqiq oleh Abdul Qadir bin Muhammad Al-Halwu)."

Sumber:
http://www.abusaid.net/index.php/shariya/294-2009-10-12-10-50-57.htm

Hal-hal yang Dilakukan Ketika Kita Mendapatkan Buah Hati ( Bayi )


Jika orang tua dianugerahi seorang anak, maka sudah semestinya ia bersyukur pada Allah, banyak memuji-Nya dan memohon kepada Allah agar anaknya tersebut menjadi anak yang shalih dan semoga Allah memberikan ia pertumbuhan yang baik.
Dianjurkan bagi orang tua untuk memberi nama pada bayinya di hari ke tujuh. Nama yang dipilih hendaklah nama yang baik.
Begitu pula dianjurkan menggundul kepala -jika anaknya tersebut laki-laki-.
Dianjurkan pula untuk mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua sembelihan (yaitu kambing, pen). Sedangkan untuk anak perempuan, cukup dengan satu sembelihan (kambing). Ini hukumnya sunnah (dianjurkan) pada hari ke tujuh.
Adapun pemberian nama pada bayi boleh dilakukan di hari pertama kelahiran.
Manusia ketika mendapatkan anugerah Allah berupa si buah hati, semestinya ia bersyukur pada Allah dan meminta selalu kepada-Nya agar Allah memperbaiki keadaannya dan menumbuhkan hasil yang baik. Karena anak selalu mendatangkan godaan (fitnah). Jika Allah menumbuhkan tanaman yang baik dan memperbaiki keadaan mereka, maka itu akan menjadi sebuah nikmat. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu).” (Qs. At Taghabun: 15)
Maksudnya, anak dan harta adalah ujian.
Anugerah yang telah Allah beri, itulah nikmat dari-Nya, baik buah hati tersebut laki-laki atau pun perempuan.”
Sumber Fatwa: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/9171
Beberapa tuntunan yang bisa dilakukan ketika sang buah hati hadir:
1. Bersyukur pada Allah dan banyak memuji-Nya.
2. Memberi nama bayi -dengan nama yang baik- pada hari pertama atau ketujuh.
3. Menurut Syaikh Ibnu Baz -rahimahullah-, khusus untuk anak laki-laki, dianjurkan menggundul kepalanya pada hari ketujuh.
4. Disunnahkan mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan perempuan sebanyak satu ekor kambing pada hari ketujuh.

Sumber: rumaysho.com
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
Panggang-Gunung Kidul, 9 Muharram 1431 H

PENGARUH NAMA PADA ANAK


Para ahli sosiologi berpendapat bahwa nama yang berikan orangtua kepada anaknya akan mempengaruhi kepribadian, kemampuan anak dalam berinteraksi dengan orang lain, dan bagaimana cara orang menilai diri si pemilik nama.

Banyak alasan dan pertimbangan para orangtua dalam memilihkan nama anak. Ada yang menyukai anaknya memiliki nama yang unik dan tidak ‘pasaran’. Mungkin mereka tidak suka membayangkan ketika nama anaknya dipanggil di depan kelas, ternyata ada lima orang anak yang maju karena kebetulan namanya sama. Ada yang lebih suka anaknya memiliki nama yang singkat dan mudah diingat. Orangtua seperti ini akan beralasan, “Toh nanti anakku akan dipanggil dengan nama bapaknya di elakang namanya.” Walaupun pernah kejadian orang Indonesia yang diharuskan mengisi suatu formulir di negara Eropa agak kebingungan karena diharuskan mengisi kolom nama keluarga. Padahal sebagaimana juga kebanyakan orang Indonesia, nama yang ada di kartu indentitasnya hanya nama tunggal, tanpa nama keluarga atau bin/binti.

Beberapa orangtua lain memilihkan nama yang megah untuk buah hati mereka. Sementara bagi kalangan tertentu ada kepercayaan jika anak ‘keberatan nama’ nanti bisa sakit-sakitan. Sebagian orang ada yang menganggap nama sebagai sesuatu yang biasa, sekedar identitas yang membedakan seseorang dengan yang lain. Ada lagi yang memilihkan nama untuk anaknya berdasarkan rasa penghargaan terhadap seseorang yang dianggap telah berjasa atau dikagumi. “As a tribute to,” demikian alasannya.

Sebagai orangtua, kita perlu tahu makna dari sebuah nama dan mempertimbangkan yang terbaik untuk anak kita. Bayangkan bahwa anak kita akan menyandang nama tersebut sejak tertulis di akte kelahiran, hingga di hari akhir nanti.

Bagi umat muslim, nama adalah doa yang berisi harapan masa depan si pemilik nama. Para calon orang tua yang peduli tidak hanya berusaha memilih nama yang indah bagi anaknya, tapi juga nama yang memiliki arti yang baik dan memberikan dampak atau sugesti kebaikan bagi anak. Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam buku Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam menyebutkan beberapa hal penting tentang pemberian nama kepada anak.

Menurut beliau kita para orangtua hendaknya:

1. Memberikan nama segera setelah bayi dilahirkan. Lamanya berkisar antara sehari hingga tujuh hari setelah dilahirkan. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda,

“Tadi malam telah lahir seorang anakku. Kemudian aku menamakannya dengan nama Abu Ibrahim.” (Muslim).


Dari Ashhabus-Sunan dari Samirah, Rasulullah saw. bersabda,

“Setiap anak itu digadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan (binatang) baginya pada hari ketujuh (dari hari kelahiran)nya, diberi nama, dan dicukur kepalanya pada hari itu.”


2. Memperhatikan petunjuk pemberian nama, dengan mengatahui nama-nama yang disukai dan dibenci. Ada pun nama-nama yang dianjurkan Rasulullah saw. adalah:

Nama-nama yang baik dan indah. Rasulullah saw. menganjurkan,

“Sesungguhnya pada hari kiamat nanti kamu sekalian akan dipanggil dengan nama-nama kamu sekalian dan nama-nam bapak-bapak kamu sekalian. Oleh karena itu, buatlah nama-nama yang baik untuk kamu sekalian.”


Nama-nama yang paling disukai Allah yaitu Abdullah dan Abdurrahman.

Nama-nama para nabi seperti Muhammad, Ibrahim, Yusuf, dan lain-lain.

Sedangkan nama-nama yang sebaiknya dihindari adalah:

Nama-nama yang dapat mengotori kehormatan, menjadi bahan celaan atau cemoohan orang.
Nama yang berasal dari kata-kata yang mengandung makna pesimis atau negatif.
Nama-nama yang khusus bagi Allah swt. seperti Al-Ahad, Ash-Shamad, Al-Khaliq, dan lain-lain.
Pengaruh nama pada anak

Orangtua seharusnya berusaha memberikan sebutan nama yang baik, indah dan disenangi anak, karena nama seperti itu dapat membuat mereka memiliki kepribadian yang baik, memumbuhkan rasa cinta dan menghormati diri sendiri. Kemudian mereka kelak akan terbiasa dengan akhlak yang mulia saat berinteraksi dengan orang-orang disekelilingnya.

Anak juga perlu mengetahui dan paham tentang arti namanya. Pemahaman yang baik terhadap nama mereka akan menimbulkan perasaan memiliki, perasaan nyaman, bangga dan perasaan bahwa dirinya berharga.

Bagi lingkungan keluarga, adalah hal yang penting untuk menjaga agar nama anak-anak mereka disebut dan diucapkan dengan baik pula. Sebab ada kebiasaan dalam masyarakat kita yang suka mengubah nama anak dengan panggilan, julukan, atau nama kecil. Sayangnya nama panggilan ini terkadang malah mengacaukan nama aslinya. Nama panggilan ini kadang selain tidak bermakna kebaikan juga bisa mengandung pelecehan. Hal ini kadang terjadi karena nama anak terlalu sulit dilafalkan, baik oleh orang-orang disekitarnya bahkan bagi sang anak sendiri.

Nama yang terdiri dari tiga suku kata atau lebih akan membuat orang menyingkat nama tersebut menjadi satu atau dua suku kata. Misalnya Muthmainah akan disingkat menjadi Muti atau Ina. Sedangkan nama yang memiliki huruf ‘R’ biasanya akan lebih sulit dilafalkan anak yang cenderung cedal pada usia balita. Maka nama-nama seperti Rofiq (yang artinya kawan akrab) akan dilafalkan menjadi Opik, nama Raudah (taman) dilafalkan menjadi Auda.

Nama yang unik dan berbeda apalagi megah, mungkin memiliki keuntungan tersendiri. Namun nama yang demikian dapat menyebabkan beberapa masalah. Nama yang sulit diucapkan dapat membuat orang-orang sering salah mengucapkan atau menuliskannya. Ada suatu penelitian yang menunjukkan bahwa orang sering memberikan penilaian negatif pada seseorang yang memiliki nama yang aneh atau tidak biasa. Dr. Albert Mehrabian, PhD. melakukan penelitian tentang bagaimana sebuah nama mengubah persepsi orang lain tentang moral, keceriaan, kesuksesan, bahkan maskulinitas dan feminitas. Dalam pergaulan anak yang memiliki nama yang tidak biasa mungkin akan mengalami masa-masa diledek atau diganggu oleh teman-temannya karena namanya dianggap aneh. Pernah mendengar ada seseorang yang bernama Rahayu ternyata seorang laki-laki?

Jika ingin menamai anak dengan nama orang lain, ada baiknya memilih nama orang yang sudah meninggal dunia dan telah terbukti kebaikannya. Jika orang tersebut masih hidup, dikuatirkan suatu saat orang tersebut berubah atau mengalami kehidupan yang tercela. Sudah banyak contoh orang-orang yang pada sebagian hidupnya dianggap sebagai orang besar, ternyata di kemudian hari atau di akhir hayatnya digolongkan sebagai orang yang banyak dicela masyarakat. Kita harus menjaga jangan sampai anak kita menanggung malu karena suatu saat dirinya diasosiasikan dengan orang yang tidak baik.

Beruntunglah kita, karena di Indonesia nama-nama Islami sangat biasa dan banyak. Sehingga tidak ada alasan merasa malu atau aneh memiliki nama yang Islami. Hanya saja mungkin dari segi kepraktisan perlu dipertimbangkan nama anak yang cukup mudah diucapkan, tidak terlalu pasaran tapi tidak aneh, dan sebuah nama yang akan disandang anak kita dengan bangga sejak masa kanak-kanak hingga dewasa nanti. Wallahu alam.

sumber : dakwatuna.com